Jumat, 08/02/2008 17:24 WIB
Achmad Rouzni Noor II - detikinet
Jakarta - Tarif retail untuk layanan pesan singkat (short message service atau SMS) dinilai sudah seharusnya turun menjadi Rp 150 dari rata-rata sebelumnya Rp 320.
Penurunan tersebut, dinilai Anggota Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) Heru Sutadi, sudah semestinya, karena biaya ongkos produksi layanan SMS tahun ini juga telah turun menjadi Rp 52 per pengiriman dari sebelumnya Rp 76.
"Sulit diterima kalau operator sampai tidak menurunkan tarif pungut retailnya karena biaya terminasi SMS yang tadinya Rp 38 ternyata telah turun menjadi Rp 26, sehingga ongkos produksi SMS kini hanya Rp 52," ujarnya kepada detikINET melalui telepon selulernya, Jumat (8/2/2008).
Menurut Heru, seluruh operator telekomunikasi di Indonesia rata-rata mematok tarif pungut untuk layanan SMS sebesar Rp 320. Padahal, dengan ongkos produksi sebelumnya yang cuma Rp 76, tarif pungut SMS yang dinilai wajar oleh BRTI ialah sebesar Rp 100.
"Tarif SMS kita lebih mahal tiga kali lipat dari semestinya. Logikanya, dengan turunnya ongkos produksi, tarif pungut SMS bisa jauh lebih murah lagi," tegasnya.
Dibandingkan negara-negara lain di Asia seperti Filipina (Rp 167), Hong Kong (Rp 240), Malaysia (Rp 240), dan Singapura (Rp 280), Indonesia dengan rata-rata tarifnya Rp 320 merupakan negara yang tertinggi dalam mematok harga SMS. Sementara, tarif SMS yang dipatok negara lain itu merupakan data lama tahun 2005.
"Pastinya tarif SMS di negara lain juga sudah turun drastis saat ini (2008). Hanya Indonesia saja yang belum berubah. Idealnya tarif kita sekarang minimal sama dengan tarif SMS di Filipina yang sudah turun menjadi sekitar Rp 150," tandas Heru. ( rou / rou )